Minggu, 17 Maret 2013


MENGUAK KEBISUAN DARI KAMPUS KITA
Kita bias mengantar orang memasuki universitas,
tetapi belum tentu bias membuatnya berfikir
(Finlley Fater Dunoe)
Kampus seringkali dipandang sebagai sebuah institusi ilmiah yang di dalamnya budaya dan tradisi intelektual tumbuh dan berkembang. Sehingga tidak mengherankan bila kemudian mereka yang menjadi bagian darinya disebut sebagai kaum intelek yang identik dengan pemikiran yang kritis, logis dan kreatif, termasuk mahasiswa. Selama ini jamak diketahui bahwa mahasiswa seringkali dipandang sebagai sosok yang begitu hebat. Ini bisa dilihat dari sejumlah sebutan yang dilekatkan pada dirinya antara lain: kaum intelek, agent of change, agent of moral, calon pemimpin bangsa dan sebagainya. Di sisi lain sikap kritispun diidentikkan sebagai ciri dan bagian utama dari mahasiswa.
Terlepas dari semua ”nama besar” yang disandangnya tersebut, faktanya keberadaan kampus sendiri dewasa ini mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan. Terkesan kampus tempat mencetak kebodohan organic yang di paksakan kepada mahasiswa. Kemunculan jasa pembuatan skripsi dan tesis di kalangan mahasiswa bukan hanya menambah citra buruk kualitas wajah pendidikan kita. Malah memberi kesan output atau produk dari kampus tidak bisa mempertanggung jawabkan apa yang sudah diperbuat oleh mahasiswa. Gejala itu menunjukkan meluasnya komersialisasi dalam dunia pendidikan. Komersialisasi bukan hanya dilakukan oleh institusi pendidikan dengan mematok biaya yang tinggi dan menyebabkan biaya yang tinggi yang menyebabkan dunia pendidikan diisi oleh kalangan berduit.seakan-akan orang miskin tidak memiliki peluang. Dalam kasus jasa pembuatan skripsi dan tesis juga bisa di perluas dengan jasa pembuatan makalah dan karya-karya ilmiah lainnya. Maka, terjadilah komersialisasi karya dan proses akademik dengan tujuan untuk mengejar gelar dan nilai secara instan. Terbukti bahwa budaya hedonisme mahasiswa tidak terletak pada konsumsi saja, tetapi sudah berkembang pada karya-karya yang dianggap menjadi tolak ukur mahasiswa pasca di kampus.


Keresahan Intelektual
Gejala jual-beli skripsi, tesis, dan lain sebagainya jelas menambah citra buruknya kampus (Perguruan Tinggi) dan akan bertolak belakang dengan visi kampus tersebut. Dewasa ini, kata “kampus” sering identik dan bersanding dengan hal-hal yang menurut ukuran moralitas kurang baik. Seperti istilah “Ayam kampus, dan sex in the kost”. Kemudian juga lingkungan kemahasiswaan yang mengesankan kampus hanya berfungsi sebagai “tempat trendi-trendian” di kalangan mahasiswa yang selalu sibuk dengan gaya hidup sebagaimana di pengaruhi oleh budaya “pasar bebasa”. Mahasiswa hanya di cetak untuk membeli, dan tidak untuk berproduksi terutama dalam makna berfikir dan berkreasi untuk menyelesaikan masalah masyarakat.
Seharusnya kampus menjadi desain budaya bagi masyarakat sekitarnya, justru menjadi korban dari intervensi budaya luar yang penuh kepentingan (kapitalistis). Dalam kondisi seperti ini, tridarma perguruan tinggi pengajaran, penelitian dan pengabdian yang seharusnya dijunjung oleh masyarakat, kini menjadi sekedar jargon. Kampus yang telah tercatat sebagai basis perjuangan melawan penindasan, kini hendak dipreteli idealismenya. Orientasi pada modernisasi, bisnis dan stabilitas membuat kampus semakin terpuruk. Inilah cermin kampus kita.
Manipulasi Proses dan Karya akademik
Dalam kasus jasa pembuatan sktipsi dan tesis, telah menjadi komersialisasi karya dan proses akadenik dengan tujuan untuk mengejar gelar dan nilai secara instan. Jika gejala budaya instan dalam dunia pendidikan dilekatkan pada logika modernisasi kapitalis, maka jasa pembuatan skripsi dan tesis dapat dilihat sebagai akibat dari bagaimana kapitalisme telah membentuk karekter budaya di dunia kemahasiswaan. Semaraknya aktivitas budaya pasar seperti kegiatan yang berbau hedonistic dan konsumtivistik semakin menjauhkan mahasiswa dari aktivitas akademik – ilmiah. Dunia ilmiah terasa tidak lagi bermakna karena segala sesuatu seakan telah melekat dalam logika pasar. Ada istilah “Lo jual, gua beli” adalah dasar pikiran bahwa segala sesuatu menjadi tidak berarti kecuali ternilai dengan uang.
Dewasa ini, sejak mahasiswa masuk kuliah bahkan mereka dihinggapi pemahaman bahwa dunia pendidikan tidak lagi dianggap sebagai tempat mencari ilmu. Hal itu dipertegas dengan tayangan- tayangan TV. Terutama dalam kisah sinetron, bahkan kampus dan dunia pendidikan adalah tempat kaum muda merayakan setatus kelasnya. Sekarang ini, terjadi kemalasan yang meluas dikalangan mahasiswa untuk mengikuti kegiatan kuliah dan ilmiah. Ketika mendapat tugas menulis makalah misalnya,mereka dapat meng-copy paste dari internet untuk mengoplosnya agar karyanya terlihat lebih orisinil.
Kebanyaan mahasiswa paling banter menjalani aktifitas akademik formal, rajin kuliah agar dengan tujuan cepat lulus. Kadang mereka malas dan takmau berproses, tuntutan kuliah juga dipenuhi secara prakmatik, misal menghafalkan bahan kuliah, nyontek, dan dalam menyusun karya ilmiah juga tidak dilakukan secara serius. Bahkan, karya tulis juga dihasilkan dengan meng-copy paste dari bahan yang sudah ada yang biasanya bisa diakses dari internet. Bahkan tidak sedikit pula tugas karya tulis seperti paper, makalah, dan artiel juga dibuatkan orang lain, bukan hanya teman, pacarnya ataupun kenalanya tetapi juga pesan dari jasa pembuatan makalah dengan mengeluarkan biaya yang telah dipatok. Ini adalah sebab-sebab kecil dimana ketika di ujung-ujung kelulusan mereka merasa kesulitan dalam pembuatan skripsi atau tesis. Maka cara pragmatis untuk memesan skripsi atau tesis dari orang atau pihak yang menawaran jasa.
Peran Lembaga dan Aparat Pendidikan
Sulit diragukan apakah lembaga pendidikan (kampus) tidak mengetahui keberadaan jual beli skripsi dan tesis. Budaya akademis dicampus sendiri tampaknya juga patut dipertanyakan. Bahkan, jual beli nilai juga tidak jarang terjadi antara mahasiswa dan dosen. Dosen juga ada yang minta pungutan biaya atas bimbingan sripsi kepada mahasiswa dan mempermudah kelulusan ujian skripsi atau tesis apabila dijamin dengan uang (pelicin) sebesar jumlah tertentu. Maka kita pantas mengacungi jempol pada Dosen yang sangat teliti melihat apakah tugas karya tulis yang dikumpulkan mahasiswa adalah buatan sendiri atau sekedar mencuplik secara vulgar. Kita juga layak memberikan apresiasi yang sama kepada dosen kita yang serius dalam mendorong mahasiswa untuk aktif diskusi dikelas dan merangsang serta membimbing mahasiswa menghasilkan tulisan yang berkualitas secara ilmiah.
Meskipun tidak banyak kalangan dosen yang memiliki komitmen seperti itu, posisi dan peran mereka sangat jelas dalam meningkatkan partisipasi aktif mahasiswa dalam aktifitas ilmiah dan inlektualitas. Perbaikan dari dalam kelas dan kampus, baik aturan akasemim maupun budaya ilmiah, tampaknya adalah satu-satunya benteng pertahanan kampus sebagai lembaga yang mengabdikan diri pada (proses) pencerahan dan pengabdian pada masyarakat yang dilandasi oleh objektifitas dan bukan pada pragmatisme, oportunisme dan komersialisme.

Daftar Pustaka
Sayomukti, Nurani. 2008. Pendidikan Berspektif Globalisasi. Yogyakarta:  AR-RUZZ MEDIA GROUP
Salim, Agus. 2007. Indonesia Belajarlah. Yogyakarta: Tiara Wacana
http://pmiisurakarta.blogspot.com/2009/12/budaya-bisu-dari-kampus.html

Tidak ada komentar:
Write komentar