Advertisement

Selasa, 10 Desember 2013

renungan perempuan canik

dewasa ini, dipuji makin tak terkendali,
semakin lupa bahwa itu adalah karunia ilahi,
dengan kesombongan yang tak sepantasnya,
seolah melebihkan dari yang membuat,
hanya karena dipinjami untuk sementara,
yang nantinya akan diambil oleh pemiliknya,

seolah bertrimakasih pada yangmemuji, tanpa ingat yang membuat,
seolah lupa bahwa itu akan di ambil kembali,

jika dulu ada cerita, seorang wanita cantik, yang karena kecantikanya hingga membuat seorang pemuda terpikat bukan main. kemudian dikirim suratlah wanita tersebut. singkat cerita dengan surat pula ditanyailah pemuda tersebut penyebabnya terpikatnya pemuda itu terhadapnya. sang pemuda menjawab karena keindahan mata wanita itu. kemudian dicongkelah kedua bola matanya dengan pisau dapur yang kemudian melalui pembantunya dikirimlah kepada pemuda itu serambi menulis “wahai pemuda kalau kiranya kedua mata ini yang membuatmu terpikat, maka aku berikan kepadamu kedua bola mataku. Karena aku sendiri menjadi gelisah ternyata kedua mataku membawa fitnah bagimu”, dan alangkah terkejutnya dan menyesalnya pemuda tersebut melihat apa yang dikirimkan wanita yang dicintainya itu. dan kemudian perubahan total terjadi pada pemuda tersebut.

penyebabnya kenapa wanita tersebut mencongkel kedua bola matanya adalah karena tuhan yang maha esa, karena wanita tersebut takut pada Allah, karena wanita tersebut takut akan membuat peria itu menjadi lupa kapada Allah kerena berpaling padanya,

kemudian saya bertanya bagaimana dengan wanita saat ini yang terus berbangga diri lupa akan siapa yang memberi?, apakah ucapan terimakasih yang diberikan kepada orang lain yang memuji karena pinjaman dari ilahi robi itu pantas?, masih adakah yang akan melakukan hal yang sama?,


ya mungkin karena pujian itu telah menggelapkan sebagian dari hatinya.

Renungan Tentang G30s/PKI dan Orde Baru

Renungan Tentang G30s/PKI dan Orde Baru - Rejim militer Orde Baruyang dikepalai Suharto selama 32 tahun telah memerintah dengan mentrapkan berbagai macam "peraturan perundang-undangan gila ", yang ditujukan bagi para eks-tapol atau orang-orang yang pernah ditahan, yang menurut Kopkamtib berjumlah 1.900 000 orang. Peraturan perundang-undangan yang paling sedikitnya ada 30 macam ini, memang terutama sekali berlaku bagi seluruh anggota PKI dan ormas-ormas yang bernaung di bawah PKI. Namun, dalam prakteknya banyak sekali orang yang tidak ada sangkut-pautnya dengan PKI pun ikut-ikut menderita kesulitan dengan adanya berbagai peraturan yang aneh-aneh itu.

Seperti kita ingat atau kita ketahui ada peraturan " Surat bebas G30S "bagi orang yang melamar pekerjaan. Bahkan, ada yang untuk sekolah pun diharuskan punya surat ini. Ada pula peraturan yang gila juga, yaitu apa yang dinamakan "bersih lingkungan " Artinya, kalau ada orang yang salah satu saja di antara sanak-saudaranya yang diduga atau dituduh dekat dengan PKI atau organisasi-organisa si kiri maka ia akan mendapat berbagai kesulitan.

Istilah tidak terlibat baik langsung maupun tak langsung dalam gerakan kontra revolusi G30S/PKI  merupakan momok yang mengancam banyak orang selama puluhan tahun. Bahkan, yang lebih gila lagi, adalah bahwa ancaman ini berlaku juga bagi anak-cucu mereka, walaupun mereka jelas-jelas sekali tidak tahu menahu sama sekali dengan G30S.

Dengan membaca kembali bahan dari LPR KROB (Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rejim Orde Baru) di bawah ini kita melihat bahwa rejim militer Suharto sudah melakukan kejahatan besar sekali, dengan membikin peraturan atau perundang-undangan yang diskriminatif dan menyusahkan banyak orang, dan selama puluhan tahun pula ! Dalam hal ini peran Golkar adalah sama saja busuknya atau jahatnya dengan golongan militer. Dosa-dosa besar Golkar tidak bisa dipisahkan dengan dosa para pimpinan militer pendukung Suharto. Golkar dan kontra-revolusi yang dibenggoli oleh Suharto adalah satu dan senyawa.

Silakan para pembaca menyimak kembali dan merenungkan dalam-dalam berbagai hal yang diutarakan oleh dokumen LPR KROB bulan September 2006, yang berikut di bawah ini.

Tragedi 65/66

Tragedi 65/66 terjadi 41 tahun yang lalu. Rangkaian peristiwa yang saling berkaitan antara yang satu dengan lainnya. Dilaksanakan tahap demi tahap untuk memuluskan tercapainya tahapan terakhir. Terkenal dengan kudeta merangkak.G30S 1965. Dalam peristiwa ini mengakibatkan korban dibunuh, 6 orang jenderal dan 1 orang perwira.

Tragedi 65/66, Pembantaian Massal

Tanggal 17 Oktober 1965 pasukan elite RPKAD dipimpin Kolonel Sarwo Edhi Wibowo menuju Jawa Tengah. Tanggal 22 Oktober 1965 terjadi pembantaian massal selama dua minggu di Jawa Tengah; diteruskan di Jawa Timur selama satu bulan dan kemudian beralih di Bali. Di Sumatera Utara pembantaian dilaksanakan 1 Oktober 1965. Pembantaian yang sama terjadi di daerah lain di Indonesia.

Penyalahgunaan SP (Surat Perintah) 11 Maret 1966.

Penerima SP, Soeharto menyalahgunakan SP 11 Maret 1966 oleh pemberinya, Soekarno. SP 11 Maret 1966 adalah pendelegasian kekuasaan (delegation of authority) tetapi ditafsirkan oleh penerimanya, Soeharto, sebagai pemindahan kekuasaan (transfer of authority). Beranjak dari pengertian yang salah ini, digunakan oleh Soeharto untuk menangkap menteri, pembantu setia Bung Karno, dengan alasan diamankan. Tidak hanya para menteri, tetapi pengikut Bung Karno dari partai-partai nasional dan Islam, 125 ormas buruh, tani, wanita, pemuda, pelajar/mahasiswa, seniman/sastrawan, guru, pamong desa, etnis Tionghoa, semuanya dilibas.

Kudeta terhadap Presiden RI yang sah, Soekarno Tahapan akhir rangkaian peristiwa ini adalah tujuan sebenarnya yang dituju. Kudeta Presiden RI yang sah, Soekarno. Melalui MPRS yang sudah dibongkar-pasang agar dianggap konstitusional, Soeharto diangkat menjadi Presiden RI pada tahun 1967.Kudeta merangkak ini didukung sepenuhnya oleh CIA (AS).

Sukses di Jakarta ada kemiripan dengan kejadian di Cile 1970. Ketika itu CIA melaksanakan misi amat rahasia, melakukan pembunuhan terhadap Jenderal Schneider, Kepala Staf AD Cile yang telah menolak melakukan kudeta untuk menghalangi pemilihan Salvador Allende sebagai presiden. Selanjutnya, CIA mendukung komplotan AD Cile melakukan kudeta berdarah terhadap Presiden Allende yang telah terpilih secara demokratis. Jenderal Pinochet naik tahta. Bandingkan nasib Jenderal Schneider dan Jederal A Yani, Allende dengan Bung Karno. Salah satu operasi penyesatan

CIA untuk meningkatkan suhu politik di Cile dengan menyebarkan kartu-kartu kepada tokoh serikat buruh kiri maupun para perwira militer kanan dengan tulisan Djakarta ce acerca (Jakarta sedang mendekat).

Tap MPRS 25/1966 tentang Pembubaran dan Pelarangan PKI merupakan instrumen politik bagi Soeharto dan pendukungnya untuk "membersihkan " mereka yang loyal terhadap Soekarno di kabinet Dwikora, MPRS, DPRGR. Kemudian melalui UU No 10/1966 tentang Kedudukan MPRS dan DPRGR, Soeharto mengangkat orang-orang kepercayaannya untuk menduduki jabatan anggota MPRS, DPRGR dan kabinet tandingan yang disebut kabinet Ampera terutama dari golongan militer.

Dalam UU No 10/1966 untuk pertama kali muncul istilah tidak terlibat baik langsung maupun tak langsung dalam gerakan kontra revolusi G30S/PKI dan atau organisasi terlarang/terbubar lainnya, terutama menyangkut persyaratan untuk menduduki jabatan politik atau publik.

Peristiwa 1965 merupakan tahun pembatas zaman. Zaman berubah antara sebelum 1965 dan sesudahnya. Perubahan itu terjadi dalam bidang ekonomi, politik dan sosial budaya secara serentak. Ajaran Bung Karno untuk menentukan rah revolusi Indonesia dihancurbinasakan.

Sesudah tahun 1965, politik luar negeri berubah total. Dari nonblok menjadi pro barat, menjadi pengikut AS. Ekonomi Indonesia yang dulunya berdikari berubah menjadi ekonomi yang tergantung pada modal asing. Dalam bidang kebudayaan, sebelum 1965, bebas berpolemik; sesudah 1965 budaya seolah-olah satu, menjadi monolitik. Tidak ada lagi perbedaan, semua seragam.


Tindakan Keji

Tragedi 65/66, kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan warga negara tak bersalah menurut keterangan almarhum Jenderal Sarwo Edhi Wibowo Komandan Resimen RPKAD kepada Permadi SH berjumlah 3 juta orang. Kuburan massal berserakan di berbagai tempat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sumatera Utara dan tempat-tempat lain. Belum lagi mayat-mayat yang dimasukkan luweng dan dibuang di sungai-sungai.

Penahanan/pengasing an/dihukum berjumlah 1.900.000 orang menurut keterangan resmi Kopkamtib. Penjara di seluruh Indonesia dijadikan tempat tahanan. Bila penjara sudah penuh, gedung lainnya dipergunakan seperti Gudang Padi di Bojonegoro (Jawa Timur).

Pulau Nusakambangan, Pulau Buru, Plantungan, Pulau Kemarau (Sumatera Selatan) dijadikan tempat pengasingan/ konsentrasi kam. Dengan mengerjapaksakan tapol didirikan tempat-tempat isolasi di beberapa daerah seperti Argosari (Kalimantan Timur), Loe Mojong (Sulawesi Selatan), Nanga-Nanga, Kendari (Sulawesi Tenggara), Wadas Lintang, Brebes Jawa Tengah.



Penangkapan dan penahanan seringkali disertai dengan perampasan harta benda seperti rumah, tanah, uang, perhiasan, surat-surat berharga. Selama masa penahanan tapol mengalami interogasi yang disertai penyiksaan, dipukuli dengan tangan kosong, atau dengan alat, digunduli, disetrum dan dipaksa menyaksikan penyiksaan tahanan lainnya.


Bagi tapol perempuan mengalami pelecehan seksual bahkan ada yang diperkosa berkali-kali. Ibu-ibu tapol yang mengandung terpaksa melahirkan dalam tahanan/penjara. Isteri tapol laki-laki dijadikan sasaran rayuan gombal aparat negara. Sebagian dari mereka yang ditahan dalam usia sangat muda sehingga kehilangan kesempatan untuk menikmati masa muda, terpaksa putus sekolah dan bereproduksi.


Setidaknya ada dua cara yang digunakan dalam proses "pembersihan " terhadap mereka yang dituduh sebagai orang komunis.

Pertama: cara nonformal, yaitu operasi "pembersihan: tanpa proseduryang oleh pihak militer dengan memobilisasi organisasi-organisa si paramiliteryang bernaung di berbagai organisasi. Kelompok ini diberi kewenangan untuk bertindak menjadi hukum dan hakim sekaligus.


Kedua: secara formal penangkapan dan pemeriksaan terhadap orang-orang yang dituduh komunis dilakukan oleh sebuah sistem atau lembaga di bawah Kopkamtib atau Pelaksana Khusus Daerah (Laksusda). Di tingkat pusat, disebut Tim Pemeriksa Pusat (Teperpu); di daerah disebut Tim Pemeriksa Daerah (Teperda). Tim diberi otoritas untuk melakukan proses screening terhadap semua orang yang dituduh sebagai komunis, kemudian membuat klasifikasi dan penggolongan. Setelah melalui screening para tahanan dikirimkan ke kam-kam tahanan. Tidak ada jaminan kepastian hukum terhadap jutaan tahanan yang dituduh komunis.

Dengan demikian "pembersihan" terhadap mereka yang dituduh komunis dijalankan sangat sistematis dengan menggunakan hirarki kekuasaan, melalui penerbitan peraturan maupun tindakan aparat; dan terjadi secara meluas di seluruh wilayah RI. Kopkamtib tak lain seperti mesin penggilas yang digunakan untuk melumatkan siapapun di persada tanah air Indonesia tercinta yang hendak melawan kekuasaan Soeharto, kekuasaan Orde Baru.


Perlakuan Yang Diskriminatif


Sampai tahun 1979, datang tekanan dari dunia internasional, terutama dari Amnesti Internasional dan negara-negara donor. Mereka mendesak Indonesia untuk mengeluarkan para tahanan politik dari kam-kam tahanan sebagai prasyarat untuk cairnya bantuan internasional bagi pemerintah Indonesia.

Tahun 1979, tapol secara formal dibebaskan. Dalam Surat Pembebasan / Pelepasan dinyatakan bahwa mereka tidak terlibat dalam peristiwa G30S/PKI. Dalam kenyataannya, pembebasan bukan berarti kebebasan tanpa syarat bagi mantan tapol, mereka masih dikenakan « " wajib lapor" kepada pejabat dan lembagakemiliteran yang ada di sekitar tempat tinggalnya.

Tindakan demikian dianggap belum cukup. Mantan tapol diberlakukan berdasarkan peraturan yang diskriminatif. Tidak kurang dari 30 peraturan perundang-undangan yang diskriminatif diterbitkan, antara lain:


Surat Edaran BAKN No 02/SE/1975 tentang tidak diperlukan Surat Keterangan Tidak Terlibat dalam G30S/PKI bagi pelamar calon pegawai negeri sipil yang pada tanggal 1 Oktober 1965 calon ybs masih belum mencapai 12 tahun penuh. 

Keppres No 28/1975 tentang Perlakuan terhadap mereka yang terlibat PKI Golongan C. Golongan C dibagi menjadi Golongan C1, C2, dan C3. Terhadap pegawai tindakan administratif sbb: Golongan C1 diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri; Golongan C2 dan C3 dikenakan tindakan administratif lainnya dengan memperhatikan berat ringannya keterlibatan mereka. 

SK No 32/ABRI/1977 tentang Pemecatan sebagai Pegawai TNI karena dituduh

terlibat PKI. Inmendagri No 32/1981 tentang Pembinaan dan Pengawasan Bekas Tahanan dan Bekas Narapidana G30S/PKI. Larangan menjadi pegawai negeri sipil, anggotan TNI/Polri, guru, pendeta dan lain sebagainya bagi mereka yang tidak bersih ingkungan. Pada KTP mantan tapol dicantumkan kode ET. 



Keppres No 16/1990 tentang Penelitian Khusus bagi Pegawai Negeri RI. Penelitian khusus bukan hanya ditujukan kepada korban langsung tetapi berlaku uga bagi anak dan/atau cucu korban yang dituduh terlibat G30S/PKI. 

Kepmendagri No 24/1991 tentang Jangka Waktu berlakunya KTP bagi penduduk berusia 60 tahun ke atas. KTP seumur hidup tidak diberlakukan bagi warga negara Indonesia yang terlibat langsung atau pun tidak langsung dengan Organisasi Terlarang (OT).



Permendagri No 1.A/1995 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dalam rangka Sistem Informasi Manajemen Kependudukan. KTP yang berlaku seumur hidup hanya berlaku bagi WNI yang bertempat tinggal tetap dan tidak terlibat langsung atau pun tidak langsung degnan Organisasi Terlarang (OT).

Inmendagri No 10/1997 tentang Pembinaan dan Pengawasan Bekas Tahanan dan Bekas Narapidana G30S/PKI. Inmendagri ini sebagai pengganti Inmendagri No 32/1981. Ketentuan dan larangan masih tetap sama seperti Inmendagri No 32/1981. Perubahannya adalah kode ET tidak dicantumkan lagi pada KTP mantan tapol, tetapi pada KK (Kartu Keluarga) tetap dicantumkan kode ET. 

UU No 12/2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD

Provinsi/Kabupaten/ Kota. Syarat anggota DPR, DPD, DPD Provinsi / Kabupaten/Kota bukan bekas anggota organisasi terlarang PKI termasuk organisasi massanya atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G30S/PKI.



Kekerasan struktural berupa peraturan yang diskriminatif tidak hanya tertuju kepada mantan tapol korban Tragedi 65/66 tetapi juga terhadap anak dan cucu mereka. Perlakuan demikian telah memporakporandakan harapan dan masa depan jutaan warga negara Indonesia termasuk ribuan warga negara Indonesia di luar negeri yang dicabut paspor mereka secara paksa oleh KBRI setempat. Dampak peristiwa ini dirasakan oleh korban Tragedi 65/66 baik berupa stigmatisasi sebagai orang yang tidak "bersih lingkungan " atau pun diskriminasi dalam hak politik, sosial dan ekonomi.

Secara umum proses diskriminasi terhadap korban Tragedi 65/66 dimulai etika secara sepihak keputusan politik dikeluarkan oleh Jenderal Soeharto yang ditunjuk sebagai Panglima Kopkamtib oleh Presiden Soekarno. Keputusan politik dikeluarkan Jenderal Soeharto tanggal 12 Maret 1966 untuk membubarkan dan melarang PKI dan semua organisasi yang dicurigai berasas/berlindung/ bernaung di awahnya dari pusat sampai di seluruh wilayah Indonesia.

Pemerintahan Daerah melalui Peraturan Daerah (Perda) membatasi hak politik mantan tapol dan keluarganya terutama untuk partisipasi politik di tingkat lokal. Jabatan Kepala Desa hingga anggota legislatif tingkat daerah mengharuskan calonnya "bebas G30S/PKI"

Setelah rezim Soeharto tidak lagi berkuasa beberapa peraturan dan kebijakan yang mendiskriminasikan mantan tapol dan keluarganya dicabut. Badan Koordinasi Keamanan dan Stabilitas Nasional (Bakorstanas) lembaga pengganti Kopkamtib pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid telah dibubarkan melalui Keppres No 38/2000. Dinas Sosial Politik (Dissospol) lembaga sipil yang diberi otoritas melakukan proses "penelitian khusus"(litsus) terhadap masyarakat sipil telah dihapuskan. Tetapi pergantian rezim ternyata bukan jaminan bahwa praktik diskriminasi tidak lagi diberlakukan.

Perjuangan menuntut Rehabilitasi, Kompensasi, Restitusi, dan Penghapusan

Diskriminasi Warga negara Indonesia korban Tragedi 65/66 tidak pernah dihukum bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Setelah dibebaskan diperlakukan secara diskriminatif.

Rehabilitasi menjadi tuntutan utama bagi mantan tapol Tragedi 65/66 setelah beberapa tahun dibebaskan tanpa kebebasan. Setelah terbentuknya lembaga yang menghimpun dan menyatukan korban Tragedi 65/66 perjuangan menuntut rehabilitasi, kompensasi, restitusi dan menghapus diskriminasi berjalan lebih terorganisasi.

Berbagai jalan dan cara telah ditempuh; 6 (enam) kali mengajukan

permohonan kepada Presiden RI, menemui Ketua MA RI, mengajukan gugatan class action kepada Pengadilan Negeri, mengajukan pengujian (judicial review) terhadap Pasal-Pasal UU yang bertentangan dengan UUD Negara RI 1945, membeberkan Tragedi 65/66 dalam sidang Komisi Tinggi HAM PBB, mengirim surat kepada Sekjen PBB.

Hasil yang Bisa Dicapai

Perjuangan untuk menuntut rehabilitasi umum, kompensasi, restitusi serta penghapusan diskriminasi cukup lama dan tak kenal lelah telah dilakukan; baik melalui lembaga korban sendiri maupun dengan menggalang kerja sama dengan LSM dan semua pihak yang sama-sama memperjuangkan terwujudnya demokrasi, kebenaran, keadilan dan HAM. Dan jerih payah yang sudah dilakukan hasil yang bisa dicapai tidak bisa dikatakan tidak ada sama sekali. Tetapi memang masih belum memenuhi harapan.

Persyaratan Rehabilitasi Umum

Dan hasil pertemuan antara delegasi mantan tapol Tragedi 65/66 yang dipimpin Sumaun Utomo, Ketua Umum DPP LPR-KROB dengan Ketua MA RI (14/3/2003) maka Ketua MA RI mengirim surat kepada Presiden RI tentang permohonan rehabilitasi Korban Tragedi 65/66. Kemudian disusul surat Wakil Ketua DPR RI dan Ketua Komnas HAM kepada Presiden RI tentang masalah yang sama. Dengan demikian rehabilitasi umum dengan adanya pertimbangan tersebut dilihat dari segi:

Hukum

Surat Ketua MA RI No KMA/403/VI/2003, 12/6/03, Perihal permohonan rehabilitasi.

Politik


Surat Wakil Ketua DPR RI No KS.02/37.47/ DPR RI/2003 Sifat: Penting, Derajat:

Segera, 25/7/2003, Perihal Tindak Lanjut surat MA RI.

Kemanusiaan 

Surat Komnas HAM No 147/TUA/VII/ 2003, 25/8/2003, Perihal Rehabilitasi terhadap para korban G30S/PKI 1965. 

Surat Komnas HAM No 33/TUA/II/2005, 8/2/2005, Perihal Pemulihan mantan tahanan politik yang dikaitkan dengan Peristiwa G30S/PKI

Maka tak ada alasan bagi Presiden RI untuk tidak menggunakan hak prerogatifnya menurut Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 mengeluarkan Keppres Rehabilitasi Umum terhadap korban Tragedi 65/66.

Penghapusan Diskriminasi

Putusan MK RI, 24/2/2004

Permohonan pengujian (judicial review) Pasal 60 huruf (g) UU No 12/2003 yang diajukan oleh DPP LPR-KROB kepada MK RI (17/11/2003) yang sebelumnya masalah yang sama diajukan oleh Deliar Noor dkk, menghasilkan: Putusan Perkara No 011-017/PUU- I/2003, 24/2/2004 yang menyatakan bahwa Pasal 60 huruf (g) UU No 12/2003 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Dengan putusan ini hak politik korban Tragedi 65/66 telah dipulihkan dan hak kewarganegaraan korban Tragedi 65/66 telah dikembalikan, yang selama 39 tahun telah dirampas secara sewenang-wenang tanpa dasar hukum.

Sebagai warga negara korban Tragedi 65/66 tidak hanya sebagai pemilih aktif tetapi sekaligus pemilih pasif. Akses untuk dicalonkan sebagai anggota badan legislatif baik di pusat maupun di daerah terbuka. Putusan ini dinilai bersejarah, karena sebelum putusan diterbitkan sebagai warga negara korban Tragedi 65/66 diperlakukan secara diskriminatif dan dikucilkan. Dampak dari putusan MK RI ini beberapa peraturan yang diskriminasi dicabut, peraturan baruditerbitkan.

Permendagri No 28/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Pendudukdan Pencatatan Sipil di Daerah Pasal 16 ayat (5), KTP untuk penduduk WNI yang berusia 60 tahun ke atas berlaku seumur hidup. 

Pasal 74, dengan berlakunya Peraturan ini Peraturan Kepala Daerah mengenai penyelenggaraan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil agar disesuaikan. 
Pasal 77 ayat (3), Permendagri No 1.A/1995 dinyatakan tidak berlaku.

Sebelum berlakunya Kep Mendagri No 24/1991 dan Permendagri No 1.A/1995. Mengenai Kepmendagri No 24/1991 sesuai dengan surat jawaban Mendagri kepada DPP LPR-KROB dinyatakan sudah diganti dengan Permendagri No 28/2005 (surat Mendagri No 474.4/874/MD, 27/3/2006). 

Sejak terbitnya Permendagri No 28/2005 maka status kewarganegaraan korban Tragedi 65/66 setara dengan warga negara Indonesia lainnya. UU No 12/2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia Asas yang digunakan UU No 12/2006 menganut asas persamaan dalam hukum dan asas nondiskriminatif yang berhubungan dengan suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan jender. 

Dengan diterbitkannya UU No 12/2006, UU No 62/1985 tentang Kewarganegaraan tidak berlaku dan tidak ada lagi warga negara keturunan karena semua adalah WNI. 

Penjelasan Pasal 2, bahwa yang dimaksud ?Bangsa Indonesia Asli? adalah orang Indonesia yang menjadi WNI sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima ewarganegaraan lain atas kehendak sendiri. UU No 12/2006 tidak mensyaratkan SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia) dan sejenisnya, cukup akta lahir. 

Dengan demikian warganegara korban Tragedi 65/66 dari etnis apapun termasuk etnis Tionghoa tidak didiskriminasikan. Pasal 42, warganegara Indonesia yang bertempat tinggal di luar wilayah negara RI selama 5 (lima) tahun atau lebih tidak melaporkan diri kepada Perwakilan RI sebelum UU ini diundangkan dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya dengan mendaftarkan diri di Perwakilan RI dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak UU ini diundangkan sepanjang tidak mengakibatkan kewarganegaraan ganda.

Sejak Putusan MK RI bahwa Pasal 60 huruf (g) UU No 12/2003 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (24/2/2004) maka terbit Permendagri No 28/2005 (5/7/2005) tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di Daerah dan UU No 12/2006 (1/8/2006) tentang Kewarganegaraan RI.

Tetapi masih ada peraturan yang diskriminatif belum dihapus seperti Keppres No 28/1975, Surat Edaran No 02/SE/1975, Inmendagri No 10/1997. Utamanya yang bersangkutan dengan masalah pelanggaran HAM berat yang terjadi 41 tahun yang lalu, Tragedi 65/66 belum ada upaya untuk dituntaskan. Penghapusan diskriminasi hanya sebagian dari keseluruhan penyelesaian masalah korban

Tragedi 65/66, belum merupakan pemecahan secara esensiil. Penyelesaian masalah korban Tragedi 65/66 ialah:

Negara harus mengakui bahwa Tragedi 65/66 adalah pelanggaran HAM berat oleh negara. Negara harus minta maaf pada korban dan rakyat Indonesia. Penanggung jawab pertama dan utama harus diadili. 

Negara harus memenuhi hak korban seperti yang tertera dalam Konvenan PBB,yaitu rehabilitasi, kompensasi, restitusi yang merupakan hak melekat pada korban tanpa mempermasalahkan pelakunya teridentifikasi atau tidak. Negara harus menjamin bahwa peristiwa serupa seperti itu tidak akan terjadi lagi.

Peraturan perundang-udangan sebagai landasan untuk menyelesaikan masalah korban Tragedi 65/66 sudah tersedia. Yang pasti, peraturan itu bukan sekedar hiasan pada lembar tumpukan kertas. Pemerintah harus berlapang dada, menunjukkan kemauan baik dan niat yang sungguh-sungguh.

41 tahun telah berlalu, nasib korban Tragedi 65/66 masih tak menentu. Teringat selalu kata-kata mutiara Bung Karno (17 Agustus 1960), " Hak tak dapat diperoleh dengan mengemis, hak hanya dapat diperoleh dengan perjuangan "

sumber : http://pemudaindonesiabaru.blogspot.com/2009/09/renungan-tentang-g30spki-dan-orde-baru.html


Minggu, 08 Desember 2013

Istriku

Oleh Hisyam Burhanudin (naskah sesuai dengan aslinya)
ANGGE-ANGGE ORONG-ORONG 
ora melu nggawe melu momong (tidak ikut berhubungan intim tetapi ikut mengasuh anak hasil hubungan intim dengan orang lain) - sebuah cuplikan lagu berbahasa jawa


Pemuda itu bernama Barinding Malau, dari namanya kita bisa menebak dia berasal dari kota Medan. Tajir, gaul, funky, smart, cool, and ciut, itulah perangainya. Maklumlah ayahnya adalahadalah dirut Pertamina. Karenanya teman-teman memanggilnya si raja minyak dari Medan. Dia kos di samping kamarku, tapi tak seperti anak kos pada umumnya yang hidup dengan prihatin, dia sangat gelamor dan termanjakan dengan materi.

Begitu juga dalam perihal asmara, saking banyaknya wanita yang pernah ia pacari, sampai-sampai ia lupa berapa ratus wanita yang pernah ia pacari. Bahkan hampir semuanya pernah ia tiduri. Wouw, benar-benar “Penjahat Kelamin” kelas kakap. Siapa sih wanita yang bisa menolak saat barinding mengajaknya ngedate, ngeroom, atau jeng-jeng dengan sedan mewahnya?, terlebih ia tak segan-segan mengeluarkan kocek jutaan rupiah saat memanjakan teman kencannya dengan mentraktirnya shooping sebagai kompensasi atas kesenangan yang diberikan wanita-wanita itu.

Pengalaman barinding ini menjadi menarik, saat ternyata ia dipaksa oleh keadaan harus bertaubat setelah terkena batunya. Barinding terjebak harus bertanggung jawab atas bayi yang dikandung wanita yang tidak jelas siapa ayahnya. Wanita itupun menjebak barinding dengan merayu dan mengajaknya tidur, lalu sebulan kemudian wanita itu menuntut agar dinikahi barinding karena dia mengaku mengandung janin barinding.

Malam itu seperti biasa sehabis sholat maghrib aku membaca alqur’an di kamar kosku. Tapi ada yang berbeda malam ini; biasanya saat aku membaca alqur’an barinding sengaja mengeraskan permainan gitarnya di depan kamarnya yang bersebelahan dengan kamarku. kali ini barinding hanya diam terpaku, menyandarkan tubuhnya di pintu kamarku, seolah turut menyimak ayat demi ayat setiap lantunan qur’an yang kulafalkan. Dan setelah selesai membaca qur’an, kusapa dia:
“Ada apa nding?, mana gitarmu?, kenapa tidak kau petik senarnya?”.

“Maafkan aku ustadz, jika nada-nada gitarku kemarin-kemarin mengganggu kekhusyukanmu membaca kitab. Aku hanya berfikir mungkin lebih asik saat diiringi musik sebagaimana pujian-puian kami kepada Tuhan saat kebaktian dan misa di gereja”. Jawab barinding.

“Membaca alqur’an sembari diiringi petikan gitar?, Ohhh…, yang demikian itu tidak ada dalam ajaran agama kami. Tapi nggak apa-apa kok, yang penting kita saling toleransi ajja. Aku nggak pernah merasa terganggu dengan hobbymu bermain gitar, dan semoga kamu juga tidak merasa terganggu saat aku mengaji”. Jelasku.

Barinding manggut-manggut, tapi sepertinya ada hal yang lebih penting yang ingin ia bicarakan padaku:
“Aku sedang galau ustadz, aku sedang dilanda masalah berat dan hanya kamu sahabat yang kupercaya untuk berkeluh-kesah. Apakah ustadz keberatan membantuku?”.

“Barinding sahabatku, seperti baru kemarin sore saja kita saling kenal. Ayo ceritalah, nggak usah sungkan-sungkan”. Ku ambilkan barinding air mineral kemasan gelas, dan kubuka biskuit dalam toples agar suasana menjadi lebih rileks.

Dan setelah meminum seteguk air putih, barinding mulai bercerita:
“wahai ustadz, Sebulan yang lalu aku mengenal Mila di kantin kampus, kami semakin hari semakin intim saja, dia wanita agressif mengajakku jalan-jalan dan menemani setiap aktivitasnya. Awalnya aku rada heran, terlebih saat Mila memancingku untuk tidur bersamanya. Pernah saat usai kuliah dia memintaku mengantarnya pulang ke kosnya, sesampainya di sana aku tidak langsung pulang, melainkan bersantai-santai sejenak di kamarnya. Awalnya sih biasa-biasa saja, tiduran sembari nonton televisi, Tapi siapa yang tahan dengan godaan kulit mulus dan body seksinya, terlebih saat dia ganti pakaian di depan mataku. Akupun menuruti saja kemauan syetan, sampai akhirnya kami melakukan hubungan intim layaknya suami istri. Akan tetapi, Aku tidak pernah punya niat untuk menjalin hubungan serius dengannya, yang ada di benakku hanyalah bersenang-senang saja”.

“Lalu apa yang kau permasalahkan?”. Kudesak barinding untuk menggali benang merah atas kegalauannya.

“Mila menjebakku ustadz, dia hamil dengan cowok lain, kemudian mengajakku berhubungan intim, selanjutnya dia bilang mengandung janinku dan memintaku untuk bertanggung jawab dengan menikahinya. Padahal yang dikandungnya itu bukanlah janinku”. Jelas barinding.

“Apa yang membuatmu yakin bahwa bayi yang dikandung Mila bukanlah janinmu?”. Tanyaku.

Tanpa berfikir lama barinding menjawab dengan mantab:
“Bagaimana mungkin dia hamil satu bulan, sedang kami melakukan hubungan itu baru dua minggu. Lagian saat itu aku memakai pelindung, jadi mustahil janin itu adalah janinku. Aku menolak menikahinya, bahkan kuberi dia uang banyak agar menggugurkan kandungannya saja. Tapi dia tetap ngotot dan mengejarku untuk terus menikahinya”.

Belum sempat kutanggapi permasalahan barinding, tiba-tiba ada tamu yang mencari barinding, mereka berempat, kesemuanya cowok berbadan besar dan tubuhnya dipenuhi tattoo. Aku hanya berfikir; sesuatu yang buruk akan menimpa barinding. Tapi biar begitu, kusuruh barinding menemui tamunya itu. Selanjutnya aku tidak tahu lagi apa yang mereka bicarakan. Sampai kudengar mereka berdebat dan berbicara dengan nada yang keras. Mulai kudengar ada perkelahian di ruang tamu, aku segera keluar mengamati keadaan. Teman-teman kos yang lain tidak ada yang berani ikut campur atau melerai perkelahian tidak seimbang ini. Tak pelak muka barinding lebam-lebam dan di ujung bibirnya mengucur darah segar. Aku segera berlari melerai perkelahian ini:
“Berhenti kalian semua…!!!, kalian semua orang gila..!!!, banci…!!!, pengecut…!!!, beraninya main keroyokan..!”.

“Hai bung..!, nggak usah ikut campur..!, emang siapa situ?!!!”. Sahut salah satu dari mereka.

“Siapa aku tidaklah penting buat kalian, tapi ini daerahku..!, berani rusuh disini maka kalian semua akan habis..!!. akan kulubangi kepala kalian dengan ini…!!”. gertakku sambil menunjukkan bonggol pistol revolver jenis phython yang kuselipkan di pinggangku. Selanjutnya kuajak mereka duduk, untuk berbicara; siapa mereka dan apa keperluannya.

“Baiklah bro, kita bicara dulu; kenalkan saya Brewok yg megang terminal umbulharjo, ini Bendot yg megang daerah maguwo termasuk perum AURI, ini Bledug yg megang terminal pasar bringharjo, dan ini ipung yang megang parkiran THR Purawisata. Kami adalah suruhan seseorang untuk mencari Barinding, agar bertanggung jawab atas kelakuan bejatnya”. Sahut salah satu dari mereka.

“Hmmm…, Kalian pasti kenal pak Tukimin kapolsek Umbulharjo, juga Jembix preman tua terminal umbulharjo, pasti juga kenal Gajah provost AURI, pak Darto kapolsek Depok timur, Punuk pasar bringharjo, dan pasti akrab dengan Cekrik, Yolek, Yode dan lain-lainl di parkiran Purawisata, mereka semua itu adalah sahabat-sahabatku..!”. Sengaja kusebutkan nama-nama aparat dan preman senior untuk mengecilkan nyali mereka.

Ke empat preman itu mulai ciut nyali, terlebih terkejut saat kusebutkan nama-nama bos mereka. Situasi ini kumaksudkan agar mereka tidak rusuh dan mengacau di kosku. lalu aku masuk kamar sejenak, memasukkan uang 1 juta rupiah ke dalam amplop untuk mereka. Dan setelah kembali aku berpesan:
“Sudahlah, kalian semua pulang saja. Aku yang akan mengurus masalah ini. Besok akan kuhubungi Mila dan keluarganya. Sekarang pulanglah, terimalah amplop ini, dan tidak usah berfikir mendalam atas amplop ini, beginilah cara kami menghormati tamu. Tapi ingat, jangan sekali-kali rusuh disini, dan jika sesuatu yang buruk terjadi pada barinding, akan kucari kalian walaupun sampai ke lubang semut, tentunya kalian sudah tahu siapa aku dan siapa saja dibelakangku!”.

“Baiklah boss, sorry, kami tadi tidak tahu barinding adalah anak buah bos, sebaliknya kami akan jamin keselamatan barinding, semoga masalah ini selesai dengan kekeluargaan”. Merekapun berpamitan pulang.

Huaaaaaahhhh…, ku hela nafas panjang. Lega rasanya ke empat preman itu sudah pergi. Kubawa barinding ke kamarku, kubersihkan lukanya dengan revanol, kemudian meneteskan betadine di atas lukanya dan kututup dengan sufratool sebelum kuperban bagian kulit yang robek. Sambil menahan sakit barinding bertanya:
“Makasih ustadz, aku nggak tahu apa yang terjadi misal ustazd nggak turun tangan. Tapi ngomong-ngomong darimana ustadz punya pestol?, sejak kapan?, dan buat apa?”.

Kutatap tajam mata barinding, sehingga membuatnya diam terpaku memandangku. Kutodongkan pestol itu ke arah kepalanya, tepat diantara dua matanya, membuatnya gemetar menahan kaget, terlebih saat kutarik setengah pelatuknya dan kuancam:
“Dengarlah Barinding, sejujurnya kupersiapkan pestol ini untuk melubangi kepalamu, sudah lama kutunggu kesempatan untuk menghabisimu, dan sekarang pejamkanlah matamu, sadarilah kematian adalah akhir dari penderitaanmu…!”.

Sesaat kemudian terdengarlah suara; “Dooorrrr…! dooorrr…!”.
Anehnya tidak membuat barinding terkapar, melainkan justeru membuat kami berdua ngakak tertawa lepas membongkar kesunyian:
“Hahahahahahahaahahaha…!, hahahahahahahahahaha…!”, Suara dor itu keluar bukan dari pestol melainkan dari mulutku, dan dari ujung pestol keluar api kecil, menunjukkan ia hanyalah pestol mainan, korek api, alias replika revolver jenis phyton.

Hari-hari selanjutnya barinding menjadi sering di kamarku, memperhatikan setiap aktivitasku, membaca koleksi buku yang ada di rak bukuku. Ada yang berubah dari sikapnya, akhir-akhir ini dia menjadi kalem dan pendiam tak lagi energik dan gaul seperti dulu, dia mulai meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruknya; dugem, clubbing, atau sekedar kongkow-kongkow bersama teman-temannya di kaffe. Adalah hari jum’at, aku dikejutkan dengan keputusan besarnya; barinding meminjam sarung dan peci bermaksud hendak ikut pergi sholat jum’at ke masjid. Barinding memutuskan menjadi mu’allaf, ia juga selalu ikut setiap majlis ta’lim dan kajian-kajian agama yang kuikuti bersama remaja masjid baitussalam. Barinding bahkan ikut hadir di bangku belakang saat aku mengajar santri-santri TPQ. Dan seminggu kemudian ia mengenalkankanku dengan Mila. Wanita cantik berkulit putih yang notabene WNI keturunan china asal Batam inipun akhirnya mendapat hidayah memilih islam sebagai agamanya. Dan Alhamdulillah, dengan pertimbangan anak masa depan anak yang ada dalam kandungan Mila, atas saranku barinding bersedia menikahi Mila.

Keputusan barinding untuk menjadi mu’allaf dan menikahi Mila ini ternyata mendapat tentangan dari orang tuanya. Mereka sangat murka dan berjanji tidak akan mengakui lagi barinding sebagai anaknya sebelum ia kembali kepada aqidah semula dan menceraikan mila. Namun begitu barinding tetap teguh kepada keyakinan barunya, walaupun dia diancam akan dicoret dari daftar ahli waris keluarganya. Bahkan mulai detik ini, ortunya menjatuhkan embargo dengan tidak lagi mentransfer uang untuk saku bulanan dan SPP kuliahnya. Barinding tetap istiqomah dan tegar, walaupun sebenarnya itu sangat berat baginya. Karenanya kubantu dia agar bisa mandiri, kupercayakan dan kuserahkan konter ponselku di Galeria mall kepadanya. Sedang aku membuka lagi cabang cellular di Ambarukmo Plaza dan Jogja Tronik. Aku memang sudah terbiasa kuliah sambil kerja, maklumlah, aku bukan dari keluarga berada, sehingga butuh perjuangan dan kerja keras untuk bisa mencukupi kebutuhanku termasuk biaya kuliah.

Setelah barinding dan mila menikah, kami tidak tinggal satu atap lagi di kos yang penuh kenangan ini, mereka mengontrak rumah di Jl.Veteran dekat kebun bunatang Gembira Loka. Kami sudah jarang ketemu, hanya sesekali bertemu barinding saat sama-sama hadir dalam pengajian rutin malam jum’at, atau kalau mereka sedang dalam masalah. Sepertinya memang mereka sering bergelut dengan masalah rumah tangga, karena kurangnya dasar kekuatan cinta di antara mereka. Terlebih barinding hati kecilny masih tetap saja sulit untuk menerima janin yang ada di dalam perut isterinya.

Pernah suatu hari Mila isteri barinding berkunjung ke tempatku, untuk sekedar sharing, curhat atau konsultasi. Bahwa suaminya mulai ada perubahan sikap, barinding sering uring-uringan, marah-marah tanpa sebab, dan bahkan kerap berlaku kasar kepada dirinya. Aku bisa menebak, mila menjadi korban KDRT suaminya; baik fisik maupun bathin. Sungguh aku tidak tega melihatnya yang terus saja menangis sesenggukan. Akupun berencana hendak menemui barinding untuk mengingatkannya agar memperlakukan isterinya dengan baik.

Namun belum sempat kutemui barinding, hari ini ponselku berdering, kulihat nama Mila dilayarnya. Tidak begitu jelas suara itu, aku hanya mendengar mila menangis dan menjerit-jerit minta tolong, kemudian telpon itu terputus begitu saja. Tanpa berfikir panjang, kuraih helm, kupacu motor tigerku dengan kecepatan tinggi. Di jalan ring road utara ini aku menerabas jalur mobil, tak perduli lagi itu zona terlarang bagi motor, juga tak perdulikan poltas dan PJR mengejarku atau tidak. Yang terfikirkan musti cepat sampai dan menolong Mila.

Sesampainya di rumah barinding, kulihat ruangan serba kacau, berantakan dana acak-acakan. Banyak perabot pecah dan rusak. Parahnya kulihat si Mila tersungkur bersandar dinding. Kepalanya berdarah dan mukanya lebam bengkak:
“Masya Allah mila, apa yang telah terjadi?”.

Mila tidak menjawab, hanya menangis sembari menggenggam ponselnya yang hancur seperti habis ada yang membantingnya. Aku jongkok mendekati mila yang sedang shock, kupegang dagunya dengan kedua tanganku dan bertanya:
“Jawab mila…! Siapa yang melakukan ini semua?!”.

Lagi-lagi mila tidak menjawab, mulutnya hanya mengerucut bergetar, kemudian sepontan memelukku sambil bersuara surau terbata-bata sembari menangis:
“Tolong aku ustadz…, toloooooongggg, bawa aku pergi dari sini…, aku takut ustadz…, aku sangat takuuuutt”.

Kuelus-elus punggung mila untuk menenangkannya:
“Baiklah mila, jangan takut, ada aku di sini. Mana barinding suamimu?”.

“Suamiku tahu tadi aku sempat nelpon ustadz, lalu dia membanting hapeku dan pergi karena yakin ustazd pasti akan kesini menolongku”. Jawab mila yang lagi-lagi dengan menangis.

Bukanlah saat yang tepat mengintrogasi mila pada situasi dan kondisi seperti ini, terlebih kepala mila yang bocor terus mengeluarkan darah, apalagi Mila dalam keadaan hamil tujuh bulan. Kugendong mila, kupanggil taksi dan mengantarkannya ke UGD RSU PKU Muhammadiyah yang terletak di Jl. KH.A.Dahlan, karena itu adalah rumah sakit terdekat dari rumah mila di Jl.Veteran.

Selanjunya aku menunggu gelisah di ruang tunggu, seiring do’a semoga mila dan bayi yang dikandungnya baik-baik saja, dan senantiasa dalam lindungan Allah swt. Sambil menunggu kutelpon Antok sahabatku yang juga karyawan di konterku:
“Tok…!, sekarang juga kumpulkan anak-anak..!, sebar mereka, dan cari barinding dimanapun dia berada”.

“Emang ada apa bos?”, Tanya antok.

“Mila opname, cepat cari barinding dan bawa dia kemari, aku di PKU, nanti ku sms ruangannya”. Tandasku.

“Siap bos..!”. jawab antok tanpa banyak membantah.

Di ruang tunggu ini aku cemas menanti kabar mila, sambil sesekali membuka facebook untuk mengalihkan kegundahanku. Sampai saat kulihat dr. fu’ad keluar dari ruang ICU:
“Bagaimana keadaan mila dok?”. Tanyaku.
Selanjutnya dr.fuad menjelaskan panjang lebar kronologis mila. Aku tak ingat persis apa yg dikatakan dokter, aku juga tak begitu faham istilah-istilah kedokteran yang diucapkannya. Yang kutahu mila mengalami benturan hebat dikepala, dan diusia kehamilannya yang tujuh bulan ini ia mengalami pendarahan dan air ketubannya pecah, sehingga dokter harus mengeluarkan bayi itu dengan premature secara cesar.

Malam harinya pukul 21.15 bayi mila telah selesai di angkat. Bayi itu harus masuk incubator karena lahir premature. Aku sudah bisa masuk ruangan menemani Mila. Ia hanya tersenyum saat kuucapkan selamat kepadanya sambil bersalaman. Tapi anehnya mila tidak melepaskan genggaman tangannya. Ia menarikku mendekat dan memintaku duduk di sampingnya yang hanya bisa terbujur di ranjang:
“Makasih ustadz, aku tak tahu musti dengan apa kubalas kebaikan ustadz”.

“Sssssttttt…., jangan berkata begitu, aku bukanlah orang lain dalam kehidupanmu sehingga harus menerima ucapan makasih darimu. Aku hanya berusaha berbuat semampuku, maafkan jika aku terlambat datang, yang penting saat ini kamu dan bayimu selamat dan baik-baik saja, itu sudah cukup membuatku bahagia”.

Tanpa sadar kata-kataku tersebut membuat mila menangis, sepertinya ia sangat merindukan barinding suaminya ada disampingnya saat ia melahirkan, berharap barinding memberinya kekuatan saat ia rapuh seperti ini. Tapi baginya berharap barinding memperlakukannya seperti itu hanyalah mimpi. Sampai tiba-tiba ponselku berdering:
“Assalamu’alaikum. Bos, kami sudah menemukan barinding. Tapi ia nggak mau ku ajak ke rumah sakit, sepertinya dia ketakutan sama kamu”.

“Wa’alaikum salam, bilang sama barinding. Aku tidak akan menyakitinya”. Jawabku.

Setelah dibujuk, akhirnya barinding bersedia datang. Tapi ternyata mila mendengar percakapan itu. Ia tahu barinding akan datang. Tiba-tiba mila menarik tanganku, kemudian memelukku:
“Ustadz…, aku takuuuut, aku takuuuut, ustadz di sini saja, jangan tinggalkan aku”. Mila sangat trauma dengan kekerasan yang dialaminya.

“Tidak mila, aku tidak akan meninggalkanmu. Percayalah, aku akan selalu disampingmu untuk menjagamu”. Kucoba menenangkan mila.

Mendengar kata-kataku justru membuat mila menangis sesenggukan:
“Ustadz, perlakuanmu terhadap wanita membuatku semakin sedih dan cemburu. Beruntung sekali kelak wanita yang menjadi istri ustadz. Ketahuilah ustadz, kemarin barinding sudah menceraikanku. Sejak menikah dengannya, aku tak pernah merasakan kasih sayang darinya; dia selalu kasar terhadapku, dia sangat membenciku, juga membenci bayi yang ada di dalam kandunganku. Kemarin hampir saja barinding membunuhnya dengan menendang perutku. Dan tadi dokter bilang; kepalaku mengalami gegar otak dan pendarahan otak sehingga harus dioperasi. Aku sadar, bisa saja ini adalah detik-detik akhir dari usiaku. Dan jika aku meninggal, tolong jaga anakku ustadz, rawat dan didiklah dia agar menjadi sosok seperti ustadz. Aku sangat takut jika dia jatuh di tangan barinding, sungguh aku tidak ridho jika barinding menyakitinya”.

Kuletakkan kedua tanganku di atas dahiku, sambil sesekali mengusap air mata yang tanpa sadar keluar saat mila menceritaan kisahnya. Aku hanya menjadi pendengar yang setia sambil terus memandangi bibir mila yang bergetar berbicara dengan terpatah-patah, lalu menangis, dan kembali berucap:
“Ustadz…, bolehkah aku bermohon sekali ini saja kepadamu?”.

“Apa yang bisa kubantu?”. Tanyaku.

“Berjanjilah ustadz, jika nanti barinding datang kemari, aku ingin berpesan kepada barinding untuk yang terakhir kali, mungkin semacam wasiat sebagai antisipasi jika ternyata Tuhan mengambil nyawaku saat operasi nanti”.

Mendengar permintaan mila aku semakin bingung, iba dan tidak tega. Apa kiranya keinginan itu sampai terkemas dalam bingkai permohon yang begitu tulus dan penuh pengharapan. Sampai akhirnya dia mengatakan isi hatinya:
“Berjanjilah ustadz, nanti saat kubacakan wasiat itu, ustadz hanya boleh DIAM”.

“Insya Allah mila, aku janji akan diam”. Jawabku.

“Demi apa ustadz?”. Mila mendesakku. Membuatku berfikir sejenak, bahwa mila benar-benar tidak main-main:
“Baiklah aku berjanji demi Allah”. Jawabku lagi.

Tiba-tiba dari balik pintu kudengar suara orang mengucapkan salam. Dan setelah kujawab dan kubuka pintunya, ternyata antok dkk datang membawa barinding. Segera kutarik baju barinding, menyandarkannya di tembok dan bertanya:
“Darimana saja kamu nding?”.

“Menenangkan diri tadz”. jawab barinding kalem.

Aku menjadi gemas melihat tampang barinding hari itu, ingin kurobek-robek mukanya tapi dia bukanlah kertas:
“Menenangkan diri atau ngumpet?!. Hebat kamu ea?!. Gagah sekali sekarang, sudah bisa seperti pendekar..!”.

Barinding hanya diam menunduk merapikan bajunya yang kutarik, memikirkan setiap kata-kataku. Kusodorkan mukaku:
“Sekarang pukul aku nding!. Ayo pukul..!!!, pukul aku nding..!”. kudorong-dorong dada barinding layaknya orang yang menantang berkelahi.
“Kenapa diam..?!. ayo pukul…!, takut ya..?!, buruan pukul..!, aku tidak akan membalas..!. kita sama-sama laki-laki nding, lalu apa yang kau taakutkan?!. Apakah hanya sama wanita engkau berani?!”.

Lagi-lagi barinding hanya diam membisu, kudengar dia bersuara lirih:
“Maafkan aku ustadz”.

“Bukan sama aku kamu harus minta maaf…!, lihatlah mila itu, puas kau bikin ia menjadi begitu?!. Syetan apa yang merasukimu?!. Apakah engkau lupa janjimu saat menikahi mila dihadapanku?!”.

“Sudahlah ustadz. Cukup. Aku yang salah”. Sambil menangis mila memotong kata-kataku.

Sejenk suasana menjadi hening. sampai beberapa menit kemudian, kuminta antok dkk untuk keluar sebentar, karena mila hendak berwasiat. Mila mencoba tegar dan tabah, ia menghela nafas panjang lalu mulai berkata-kata:
“Bang Barinding, maafkan aku jika tidak mampu menjadi isteri yang baik untukmu. Aku ikhlas menerima perlakuan apapun darimu. Tapi kumohon jangan pernah menyakiti bayi yang yang telah kulahirkan ini. Aku sudah menitipkannya kepada ustazd agar menjaganya. Bang Barinding, hampir setahun kita menikah, tapi ada rahasia yang mungkin perlu kuungkap agar semua mejadi jelas. Ketahuilah; curigamu selama ini adalah benar, bahwa bayi yang kulahirkan hari ini bukanlah anakmu. Pernah suatu hari aku mencarimu di kos. Aku tidak mendapatimu disana, sehingga aku berkunjung di kamar ustazd, awalnya aku hanya ingin curhat, akan tetapi terjadilah hubungan yang seharusnya tidak kami lakukan. Aku hamil setelah itu. Setelah aku hamil, barulah kita dekat. Sehingga janin yang kukandung bukanlah janinmu, dia adalah anak ustadz”.

“Bang Barinding, aku tahu engkau menikahiku karena keterpaksaan. Engkau tidak pernah mencintaiku. Walaupun selama ini aku selalu berharap cinta itu akan lahir seiring berjalannya waktu. Karena itulah bang, hari ini kumohon pergilah engkau dari kehidupanku dengan hati yang ikhlash. Sungguh aku tidak sanggup lagi hidup denganmu”.

Mendengar cerita mila barinding kaget sejadi-jadinya, dia yang semula hanya menunduk kini menatap mataku. Sesaat kemudian dia berucap:
“Ustazd…, benarkah semua apa yang dikatakan mila?”.

Sebagaimana barinding aku juga terkejut dengan kata-kata mila. Mulutku membuka hendak menjawab pertanyaan barinding, tapi tak ada suara yang bisa kulafalkan. Mila menatapku dengan mata yang sayu dan berkaca-kaca seolah mengingatkanku yang telah bersumpah hanya akan diam saat ia berwasiat, apapun yang terjadi. Aku hanya tertunduk menutup wajahku dengan kedua telapak tangan. Sampai akhirnya barinding berpamitan:
“Baiklah mila, jika itu maumu. Hari ini kukuhkan lagi untuk yang kedua kali; kuceraikan engkau. Dan kamu ustadz, terimakasih atas kebaikanmu selama ini. Aku tidak pernah menyesal mengenalmu, kukembalikan mila kepadamu ustadz, jaga dia baik-baik. Tapi maaf, setelah ini kita tidak usah saling kenal lagi”. Barinding bergegas meninggalkanku dan mila.

Bagai disambar petir di siang hari. Sungguh wasiat mila membuatku terpaku termangu-mangu, seolah tidak percaya dia akan berkata seperti itu, sambil duduk di pinggir ranjangnya kutanyakan apa maksud dia berwasiat seperti itu. Mila menjawab:
“Ustadz…, maafkan aku terpaksa harus berbohong. Aku benar-benar takut sama barinding. Aku ingin lepas darinya ustadz. Aku juga takut dia akan menyakiti anakku, karena dia berjanji akan membunuhnya. Karenanya aku berbohong bayi itu adalah anakmu. Karena kutahu hanya ustadz sosok yang disegani dan ditakuti barinding”.

“Baiklah kalau begitu. Sudahlah lupakan semua problematika hidupmu. Yang penting sekarang kamu sudah lepas dari barinding. Oh ea, tadi aku habis menengok si kecil. Dia ganteng, putih, matanya sipit, dan lucu seperti bundanya”. Kucoba menghibur mila dengan bayinya.

“Berikan nama untuk dia wahai ustadz”. Pinta mila. Dan setelah meminta persetujuan mila bayi mungil itu akhirnya kuberi nama DAHLAN ASY’ARI (CHENG HOO). Kuambil dari nama-nama ulama besar yang berjasa dalam bidang dakwah di Indinesia: K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Hasyim Asy’ari, dan Laksamana Cheng Hoo.

Har-hari selanjutnya aku terus menjaga mila di rumah sakit itu, maklumlah kedua orang tua mila meninggal saat kecelakaan pesawat Lion Air yang jatuh di laut beberapa tahun yang lalu. Familinya juga jauh berada di Batam. Sehingga sebelum mereka pada berdatangan, akulah yang dianggap mila keluarga yang paling dekat. Sungguh sedetikpun aku tidak tega meninggalkannya, terlebih akhir-akhir ini mila sering mengeluhkan sakit di kepalanya. Pendarahan di otak sering membuat tubuhnya bergetar sendiri seperti orang sakit ayan. Terkadang tangannya bergerak-gerak sendiri tanpa perintah dari otak. Segera kupanggil suster, sambil kuletakkan tanganku di bagian kepalanya yang sakit dan membaca do’a untuk menghilangkan rasa sakit yang pernah diajarkan guru ngajiku dulu:

بِسْمِ اللّهِ x3
أَعُوْذُ بِاللّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ x7

“Dengan nama Allah, aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya dari setiap keburukan yang kutemui dan yang ku khawatirkan”.

Alhamdulillah setiap kali kubacakan dan kutuntun mila untuk membaca do’a itu mila merasa nyaman dan lebih baik. Kadangkala agar tidak bersedih juga pernah kutanyakan kepadanya:
“Mila, katakana kepadaku, apa yang bisa membuatmu terhibur, senang, dan bahagia”.

Mila selalu menjawab:
“Satu hal do’a dan harapanku saat ini yang mampu membuatku bertahan adalah AKU INGIN HALAL BUATMU wahai ustazd, aku ingin kiranya di akhir-akhir hayatku ustadz berkenan menikahiku”.

Kudengar kata-kata itu tidak hanya sekali keluar dari mulut mila yang sudah dua minggu ini berbaring di rumah sakit. Akupun mulai mencuri-curi pandang saat dia terlelap tidur. Inilah pertama kali kupandangi wajah mila dengan mata cinta; kulihat wajahnya yang cantik terbingkai balutan kulitnya yang putih bersih, Nampak indah saat mata sipit itu menepis kesan angkuhnya. Bibirnya yang tipis tersayat bulan yang merah merekah bagai delima memaksaku celegukan menelan ludah menahan hasrat.

“Astaghfirullah ‘azdim”. Saat itulah kusadari sesuatu telah menancap dihatiku. Dan kini kuncup-kuncup bunga bermekaran seiring ikrar yang hendak terucap. Seminggu kemudian aku menikahi mila yang masih terbaring di rumah sakit. Sungguh waktu yang singkat itu telah mengukir kenangan manis sepanjang hidupku. Satu jam saja aku telah bisa mencintainya sepenuh hatiku, akan tetapi melupakannya melupakannya mungkin akan membutuhkan waktu seumur hidupku. Tuhan akhirnya mengambilnya. Dokter melubangi tengkorak kepalanya untuk mengambil gumpalan darah di otaknya. Tapi mila terlalu lelah untuk terus berjuang melawan takdirnya. Selamat jalan isteriku sayang, engkaulah anugerah terindah sepanjang hidupku.
===========================

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Dan bergaullah dengan mereka (istrimu) secara patut. Kemudian bila tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (Q.S. An-Nisa’:19)



Sumber : http://kajianpsikologi.guru-indonesia.net/index.html#.UqOixdIW2RQ

Ayah Kembalikan Tangan Ita

Sepasang suami isteri  meninggalkan anak diasuh pembantu rumah semasa keluar bekerja.  Anak tunggal pasangan ini, perempuan berusia tiga setengah tahun. Bersendirian di rumah dia kerap dibiarkan bersama pembantunya yang sibuk bekerja bermain diluar, tetapi pintu pagar tetap dikunci.

Bermainlah dia sama ada berayun-ayun di atas buaian yang dibeli bapanya,ata upun memetik bunga raya, bunga kertas dan lain-lain di halaman rumahnya.Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dia pun mencoret semen tempat kereta
bapanya diparking, tetapi kerana lantainya dibuat dari marmar, coretan tidak begitu kelihatan. Dicubanya mencoret pada kereta baru ayahnya.Ya kebetulan... kerana kereta itu bewarna gelap, coretannya nampak lebih jelas. Apa lagi, makin seronoklah kanak-kanak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitinya.

 Hari itu bapa dan ibunya menunggang motosikal ke tempat  kerja, kerana ada perayaanThaipusam, jadi lebih mudah perjalanan menuggang motor mengharungi jalan yang sesak.Kanak – kanak itu terus mencoret, Setelah penuh coretan yang sebelah kanan dia beralih ke sebelah kiri kereta. Dibuatnya lukisan gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya.

Kejadian itu berlangsung tanpa disedari oleh si pembantu rumah.Pulang dari kerja, terkejut pasangan itu melihat kereta yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran habis dicoret sana sini. Si bapa yang belum lagi masuk ke rumah pun terus menjerit, "Kerja siapa ni?"

Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar.Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih2 lagi apabila melihat wajah bengis tuannya.Sekali lagi diajukanpertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan 'Tak tahu Pak... !" "kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yang kau lakukan?" hardik si isteri lagi. Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari

biliknya. Dengan penuh manja dia berkata "Ita yang membuat itu abahhh.. cantik kan!"katanya sambil memeluk abahnya ingin bermanja seperti biasa.Si bapa yang hilang sabar mengambil sebatang ranting dari pokok bunga raya di depannya

terus dipukulkannya berkali2 ke telapak tangan anaknya.  Si anak yang tak mengerti apa-apa terlolong-lolong kesakitan sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan,si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Si ibu hanya mendiamkan diri sahaja,seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan.
Pembantu rumah tercengang, tidak tahu apa harus dibuatnya?.Si Bapa cukup rakus memukul-mukul tangan kanan dan kemudian tangan kiri anaknya.Setelah si bapak masuk ke rumah dituruti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke bilik.Dilihatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil  luka2 dan berdarah.

Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiram air sambil dia turut menangis mengenangkan nasib si Kecil. Anak kecil itu juga terjerit-jerit menahan kepedihan ketika luka2nya itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu.

Si bapa sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya,kedua-dua belah tangan si anak bengkak.Pembantu rumah mengadu. "Sapukan ubat saja!"jawab tuannya, bapa si anak.Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang masih berada di bilik pembantu. Si bapa kononnya mahu mengajar anaknya.

Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu tetapi setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. "Ita demam... " jawap pembantunya ringkas. "Bagi makan panadol ," jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya.Saat dilihat anaknya Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup semula pintu kamar pembantunya.

Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Ita terlalu panas. "Petang nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 siap" kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Doktor mengarahkan ia dirujuk ke hospital kerana keadaannya serius. Setelah seminggu di rawat, doktor

memanggil ibu dan bapa anak itu."Tidak ada pilihan.." katanya yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong kerana jangkitan yang terjadi sudah terlalu parah. "Ia sudah bernanah,demi menyelamatkan nyawanya kedua tangannya perlu dipotong dari siku ke bawah"kata doktor.

Si bapa dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yang dapat dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak.Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapa terketar-ketar manandatangani

surat persetujuan pembedahan. Keluar dari bilik  pembedahan, selepas ubat bius yang suntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga hairan melihat kedua tangannya berbalut kain putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajahpembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata.

"Abah.. Mama... Ita tidak akan melakukannya lagi. Ita tak mau ayah pukul. Ita tak mau jahat. Ita sayang abah.. sayang mama." katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya."Ita juga sayang Kak Narti.." katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus

membuatkan gadis dari Surabaya itu meraung histeris. "Abah.. kembalikan tangan Ita.Untuk apa ambil.. Ita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Ita mau makan nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita janji tidak akan mencoret2 kereta lagi," katanya berulang-ulang. Serasa sesak jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung2 dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi, tiada manusia dapat menahannya.

semoga kisah ini dapat dijadikan tauladan serta ikhtibar kepada kita ingatlah anak-anak umpama kain putih kita lah yang mencoraknya silakan share kisah sedih ini bersama rakan-rakan anda..


Read more: http://gempaqgiler.blogspot.com/2013/07/kisah-sedih-ayah-kembalikan-ita.html#ixzz2mpVUSNYp

Sabtu, 07 Desember 2013

Alangkah ruginya kita...

Ibnu Mukhtar Al-tontowi

Alangkah ruginya kita...
Kita dilahirkan dalam agama Islam yang suci,
Lahir aja kita di dunia,
telinga kita terus 
dibisikkan dengan kalimah ALLAH,
Tapi apabila 
kita dewasa,
kita hanyut dengan dunia,
lupa asal 
usul kejadian kita,
lupa pada janji kita pada ALLAH 
sebelum kita dilahirkan. 

Alangkah ruginya kita... ALLAH telah beri kita nikmat Iman dan Islam
yang 
mungkin tidak dirasai oleh orang-orang yang bukan beragama Islam,
Tapi kita tidak pernah 
mensyukuri nikmat yang telah ALLAH berikan kepada kita.
Kita rela memilih untuk merasai 
nikmat kemewahan dan kesenangan duniayang pasti tidak menjanjikan apa-apa. 

Alangkah ruginya kita...ALLAH telah beri kita nyawa untuk terus bernafas di atas muka bumi-Nya,
Tapi kita jarang 
mensyukuri nikmat hidup yang telah ALLAH berikan.
Pelbagai kemungkaran yang kita lakukan 
seumpama kita hidup buat selamanya di dunia ini
sedangkan hidup di dunia ini hanyalah pinjaman dari-Nya sahaja.

Alangkah ruginya kita...
ALLAH telah berikan banyak waktu kepada kita,
Tapi kita bazirkan masa yang ALLAH kurniakan dengan melakukan perkara-perkara yang tidak berfaedah
sedangkan masa yang ada sepatutnya 
diisi dengan bertafakur dan beribadah kepada-Nya. 

Alangkah ruginya kita...
Pintu taubat ALLAH sentiasa terbuka, 
Tapi kita sering melengah-lengahkan masa untuk bertaubat kepada-Nya
sehinggalah ajal datang 
menghampiri
sedangkan waktu itu sudah 
terlambat untuk kita melakukannya. 

Alangkah ruginya kita...
Kita mengaku diri kita Islam, umat Muhammad,
Tapi kita jarang mempraktikkan ajaran yang disampaikan oleh Baginda.
Malah, ada yang 
langsung tidak mempraktikkannya. 

Alangkah ruginya diri ini....semoga kita semua akhiri sisa2 hidup kita dengan iman, islam dan takwa..mati bihusnil khotimah..in shaa Allah