LEGENDA DESA MOJOLAWARAN
Desa Mojolawaran
beralamatkan di jalan Gabus Tlogoayu KM. 2. merupakan salah satu dari 24 desa di Kecamatan Gabus. Termasuk wilayah ex
Kawedanan Kayen, Kabupaten Pati.
Dipertengahan
desa ada dua makam. Makam tersebut menjadi pepunden yang mana setiap orang yang
punya hajad sering berdoa dan membaca tahlil dimakam tersebut, mohon kepada
Allah Swt agar hajadnya dikabulkan . Makam yang sebelah utara disebut makam “
Nyai Ratu” dan disampingnya ada batu besar yang disebut “ Watu Bobot”
. Konon barang siapa yang bisa mengangkat batu tersebut sendirian bisa kaya.
Makam yang sebelah selatan kumpul dengan makan desa
adalah makam ”Tuan Sokolangu”, sekarang diabadikan
namanya menjadi Yayasan Pendidikan ”Tuan Sokolangu”.
Konon zaman dahulu ada sebuah padepokan yang terletak dibumi
telon yaitu sebidang kampung diperbatasan tiga desa yaitu desa Mojolawaran
terletak disebelah selatan, desa Sambirejo disebelah barat laut, Sugihrejo
disebelah Timur. Yang sekarang masih ada bekasnya yaitu sumur / belik yang
selalu keluar sumbernya meskipun kemarau panjang.
Di situlah ada Padepokan ( Perguruan ) yang membimbing
tentang agama Islam , bela diri dan kesenian. Yang diasuh oleh Kyai Gusti dan istrinya Nyai Ageng Bumi Telon, Kyai Gusti dimakamkan
di makam Kuryokalangan tempel, yang dulu masih termasuk desa Mojolawaran Untuk
memudahkan Geografi perbatasan adalah jalan raya Gabus Tlogoayu, yang sebelah
selatan diikutkan desa Kuryokalangan, sehingga sisebut Kuryoklangan tempel
(Mulai dari perbatasan Sugihrejo sampai sungai Jetis ) . Muridnya sangat banyak dari segala penjuru terdiri dari putra dan
putri, yang mempunyai anak putra dan putri yang sulung bernama : Kyai Alim,
Penggede Kinjeng.,
Penggede Plumbungan, Penggede Somalang dan yang bungsu
seorang putri yang cantik yang bernama ”Dewi Lanjar Sari” dan terkenal
dengan nama Siti Rohmah.
Kyai Alim bertugas
mengajar dan memperdalam agama, bela diri dan kesenian. Penggede Kinjeng., Penggede Plumbungan,
Penggede Somalang membantunya.
Dewi Lanjar Sari mengajar mengaji pada putra-putri,
kesenian, memasak dan lain-lain ketrampilan wanita.
Pada suatu hari Dewi Lanjar Sari memasak entah kurang apa
Ibunya marah. Dia dipukul pakai Entong ( alat untuk mengeduk nasi )
dikepalanya. Dia ngambek langsung meninggalkan rumah tanpa arah dan tujuan.
Sehari, dua hari, seminggu, sebulan dan seterusnya berjalan kaki kearah Barat
Daya. Dia makan seadanya dengan membantu orang-orang yang dijumpainya dengan
upah sekedar makan dan minum. Dari orang keorang lain terus melanjutkan
perjalanannya. Pada suatu hari Dewi Lanjar Sari lelah sekali dan istirahat
melepaskan lelah dibawah pohon.
Konon pada suatu ketika Raja Mataram ( entah raja siapa
tidak mengerti ) sedang ameng – ameng (berjalan-jalan) mengelilingi daerah
kekuasaannya yang diiringi oleh pejabat-pejabat kerajaan, dayang – dayang serta
para prajurit. Dengan rasa terkejut sang Prabu melihat seberkas sinar yang
datang dari jauh, dan sang patih disuruh menyelidiki dan melaporkan sinar apa
tersebut.
Beberapa saat kemudian setelah sang patih menemukan apa
yang menjadi sumber sinar tersebut dilaporkan pada raja bahwa sinar tersebut
berasal dari putri yang cantik yang bernama : Dewi Lanjar Sari yang tidak
mempunyai tempat tinggal yang berkelana tidak punya arah dan tujuan . Akhirnya
sang Prabu berpendapat bahwa wanita tersebut orang yang sakti dan berketurunan
orang yang berilmu tinggi. Akhirnya
wanita tersebut diambil Garwo Selir oleh sang Prabu. Sejak itu dia
terkenal dengan nama : Nyai Ratu.
Di
kerajaan dia memberi pelajaran menari dan ketrampilan yang lain pada wanita –
wanita keluarga kerajaan. Para istri Raja dan
keluarga kerajaan semuanya sayang kepadanya .
Lain
ceria, ibunya sedih karena ditinggal oleh anak yang disayanginya dengan
berbulan-bulan, bertahun-tahun tak ada kabar berita entah masih hidup atau
sudah mati. Semua anaknya dipanggil untuk menghadap ibunya yang sedang galau
itu. Setelah berkumpul semua anaknya diberi tugas untuk mencari dan menjemput
Dewi Lanjar Sari, dan printahnya jangan pulang kalau belum bertemu dan
membawa pulang bersamanya. Setelah berunding empat orang anaknya tersebut membagi
arah yaitu ke Barat, ke Timur, ke Utara dan ke Selatan.
Karena Dewi Lanjar Sari kesenangannya hiburan yang
bernama ”Topeng Lengger” maka ke empat kakaknya tersebut mencari sambil
berkesenian Topeng Lengger.
Kesenian Topeng Lengger yaitu suatu kesenian dengan alat
musik Rebana, kendang, dan jidur. Serta seorang penari yang memakai topeng.
Jadi satu rombongan berjumlah 5 orang dan kesemuanya adalah laki-laki, yaitu
dengan tugas : 2 orang menabuh rebana, 1 orang kendang, 1 orang menabuh jidur
dan seorang lagi menari memakai topeng sambil bernyanyi berupa syair yang
bernafaskan agama dan budi pekerti serta cerita para Nabi dan riwayat hidup
keluarganya.
Kyai Alim kearah selatan , dan yang lain menyeebar.
Dengan kesenian tersebut mereka berharap dapat menjumpai adiknya, karena
adiknya sangat menyenangi kesenian tersebut.
Berhari-hari bahkan berbulan-bulan sudah berlalu, belum
ada tanda-tanda untuk dapat bertemu dengan adiknya. Akhirnya Kyai Alim sampai
di kerajaan Mataram. Kyai Alim bertugas menari dan menyanyikan syair-syair dan
yang lain mengelilinginya . Ramai sekali penduduk kerajaan Mataram menontonnya,
karena topeng lengger belum pernah ada di wilayah Mataram.
Akhirnya kabar itu sampai di kerajaan , dan Nyai Ratu
mohon kepada Sang Prabu untuk mendatangkan kesenian tersebut di kerajaan.
Dengan rasa senang hati Kyai Alim beserta rombongannya
datang di kerajaan untuk memainkan keseniannya. Kerabat kerajaan dan para
punggawa kerajaan semuanya duduk dibalai agung untuk menyaksikan pertunjukan
yang belum pernah dilihat dengan gaya musik yang serba sederhana tapi
mengagumkan apalagi penarinya yang bertopeng sambil melagukan irama syair yang
berbau agama , nasehat dan riwayat hidupnya.
Kyai Alim terperanjat melihat adiknya yang bersejajar
bersama-sama para garwo selir sang Prabu. Kyai Alim membawakan syair yang
mengisahkan cerita tentang pribadinya bersama saudara-saudaranya sampai
perginya Dewi Lanjar Sari setelah dimarahi oleh Ibunya. Para yang hadir
terpesona mendengarkan cerita tersebut, bahkan Nyai Ratu menjerit dan menangis
sejadi–jadinya. Setelah ditanya oleh Sang Prabu dia mengataakan bahwa itu
adalah kisahnya sendiri. Akhirnya dia mengetahui bahwa yang menari itu adalah
kakak kandungnya.
Setelah bercakap-cakap untuk mengobati rindunya Kyai Alim
mohon kepada Sang Prabu, adiknya dibawa pulang sebentar kira-kira satu atau dua
bulan. Sang Prabu mengijinkannya tapi hanya satu atau dua bulan saja. Akhirnya Kyai
Alim serta rombongannya dan diiringi Nyai Ratu serta para dayang–dayang pulang.
Sampai
dirumah Ibunya, ternyata ibunya telah meninggal . Satu demi satu yang bertugas
datang tidak membawa hasil (Penggede Kinjeng., Penggede Plumbungan, Penggede Somalang) .
Baru
beberapa saat kurang lebih satu bulan berkumpul dengan saudaranya dan para
murid – muridnya bersenang – senang karena sangat rindu kepada dewi Lanjar Sari
yang sudah di kenal dengan Nyai Ratu kemudian Nyai Ratu tiba-tiba sakit dan
meninggal.
Sang Prabu merasa kecewa karena sudah berbulan-bulan
karena Nyai Ratu belum dikembalikan. Kemudian sang Prabu mengirimkan utusan yang
diiringi beberapa prajurit untuk menjemput Nyai Ratu. Sampai di desa, utusan
sang prabu diberitahu oleh Kyai Alim bahwa Nyai Ratu sudah meninggal . Dan
akhirnya para utusan marah serta memukuli Kyai Alim beserta murid–muridnya .
Dengan susah payah Kyai Alim menyadarkan tapi tidak percaya . Akhirnya timbul
peperangan antara utusan dari Mataram dengan Kyai Alim beserta murid–muridnya.
Dengan kesaktian Kyai Alim batu besar untuk alas kaki
berwudlu di perintahkan untuk mengejar dan menanggulangi dari kemarahan utusan
dari Mataram tersebut .
Akhirnya utusan dari Mataram mati semua karena tergilas
oleh Watu Bobot tersebut , yang di mantrai oleh Kyai Alim.
Maka
sampai sekarang watu bobot tersebut ditempatkan disamping makam Nyai Ratu. Dan Kyai
Alim terkenal dengan nama TUAN SOKOLANGU, karena dia selalu membawa
tongkat yang terbuat dari kayu sokolangu.
Disebut desa Mojolawaran karena benteng padepokan terdiri
dari kayu Mojo yang buahnya besar – besar seperti buah jeruk yang rasanya
pahit. kata Lawaran karena Tuan
Sokolangu mengembalikan ( menyerang dan menangkis )kemarahan utusan Mataram
tidak dengan tenaganya tapi di biarkan begitu saja hanya watu bobotlah yang
menangkisnya. Pernah suatu ktika watu bobot digunakan untuk peper
(cewok) orang, akibatnya badannya bengkak – bengkak dan akhirnya meninggal.
Adat istiadat sampai sekarang :
1. jika di desa Mojolawaran ada perawan tua asalkan mau
merantau pasti mendapat jodoh .
2. ketika sedekah bumi, tidak diperkenankan di buatkan
pertunjukkan yang aneh – aneh, cukup dengan tahlilan, membaca sejarah Nabi
Muhammad SAW ( Berjanjean) dan solawatan . Dan malam harinya dengan Rebana.
Konon pernah diadakan wayang kulit dan dalangnya
meninggal mendadak disambar petir dan ada ular besar yang menjatuhi
pangkuan dalang, terus bubar.
Sumber legenda desa Mojolawaran ini dari sesupuh desa
yang tertua :
1.
Mbah Mumbari
2.
Mbah Ngasngari
3.
Mbah Abu
4.
Mbah Mani Seno
5.
Mbah Surat Mentrik
Walluhu A`lam.
nice info... copas yaa mas
BalasHapus